Inovasi Batako Bertulang dengan Inti Styrofoam: Pemanfaatan Sampah Polistirena untuk Konstruksi Tahan Gempa

📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 18

Ditulis oleh Samsul Maarip

Indonesia termasuk kedalam salah satu negara yang rawan gempa di dunia. Menurut data dari Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada tahun 2023 gempa bumi di Indoensia sudah terjadi sebanyak 10.789 kali. Banyaknya gempa bumi yang terjadi di Indonesia menyebabkan rusaknya fasilitas umum, hilangnya tempat tinggal dan banyaknya korban jiwa. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah memiliki standar bangunan tahan gempa dengan mengeluarkan SNI 1726:2019 (2019) tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung. Bangunan tahan gempa dirancang untuk mengurangi risiko kerusakan dan keruntuhan bangunan akibat gempa. Karakteristik bangunan tahan gempa adalah memiliki sistem peredam kejut yang mampu mengurangi getaran dan mencegah kerusakan pada struktur bangunan. Oleh karena itu, struktur bangunan harus memiliki daktilitas tinggi sehingga mampu untuk menyerap energi gempa tanpa mengalami keruntuhan. Untuk mencapai ketahanan yang optimal, struktur bangunan harus memiliki sifat yang kuat dan elastis. Kondisi ini meningkatkan kebutuhan akan inovasi dalam material bangunan tahan gempa yang mampu menahan guncangan gempa sekaligus mengurangi dampak lingkungan. Salah satu pendekatan baru adalah penggunaan Expanded Polystyrene (EPS) sebagai inti dalam batako bertulang

Expanded Polystyrene (EPS) dapat berasal dari limbah kemasan dan wadah makanan sekali pakai yang berbahan dasar sterofoam. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di 18 kota di Indonesia pada tahun 2018, sampah sterofoam menyumbang signifikan pada pencemaran lingkungan sebanyak 0,59 juta ton. Sampah sterofoam bekas makanan ini akan berdampak buruk pada lingkungan karena sifatnya yang sulit didaur ulang secara alami. Namun, dengan memanfaatkan sterofoam dalam inti batako bertulang ini tidak hanya dapat diolah menjadi produk yang lebih bermanfaat tetapi juga memberi manfaat tambahan dalam konstruksi.

Pemanfaatan sterofoam sebagai inti batako bertulang ini juga telah di kembangkan di beberapa negara di eropa dan menunjukan  bahwa lapisan Expanded Polystyrene (EPS) dalam beton dapat membantu bangunan menahan guncangan gempa dan mempertahankan kestabilan struktur. Karakteristik dari Polistirena yang memiliki massa jenis kecil dapat mengurangi berat keseluruhan bangunan ketika digunakan sebagai bagian inti pada batako bertulang. Hal tersebut akan membuat terjadinnya penurunan gaya inersia yang terjadi selama gempa bumi sehingga struktur akan menerima tekanan dan guncangan yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan batako konvensional.

Sifat yang kuat dari batako bertulang akan membuat kekuatan struktural dan daya tahan terhadap gaya horizontal, sementara styrofoam di bagian tengah memberikan fleksibilitas dan mengakomodasi sedikit pergerakan (Gambar 1). Penggabungan ini menciptakan material dengan keseimbangan kekuatan dan ketahanan terhadap deformasi, yang memungkinkan bangunan menyesuaikan pergerakan tanah tanpa mengalami kerusakan yang serius. Selain itu, EPS pada inti batako bertulang juga memiliki sifat isolasi termal, yang berkontribusi pada efisiensi energi dengan menjaga suhu interior bangunan lebih stabil di tengah perubahan iklim.

Gambar 1. Visualisasi Batako (FMGEngineering 2020)

Polystyrene atau sterofoam ini memiliki sifat konduktivitas thermal yang rendah sehingga dapat dijadikan sebagai bahan untuk isolasi thermal yang efektif. Dalam struktur batako bertulang, penempatan styrofoam pada bagian inti memungkinkan pengurangan aliran panas dari luar ke dalam bangunan, yang menjaga suhu interior tetap stabil di tengah fluktuasi suhu eksternal. Hal tersebut akan membuat turunnya kebutuhan energi dari pendingin ruangan untuk menyesuaiakan suhu ruangan. Oleh karena itu, implementasi sterofoam dalam batako bertulang tidak hanya meningkatkan ketahanan bangunan terhadap gempa, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan melalui efisiensi energi yang lebih tinggi dalam jangka panjang.

Proses implementasi dan pemanfaatan sampah sterofoam sehingga menjadi Expanded Polystyrene (EPS) membutuhkan proses yang panjang (Gambar 2). Hal pertama yang dilakukan adalah pengumpulan dan pemilahan sampah sterofoam yang umumnya berasal dari limbah kemasan sekali pakai dan wadah makanan. Kemudian sampah tersebut di bersihkan sebelum dimasukan ke mesin pencacah. Proses selanjutnya sampah kemudian di lelehkan pada suhu 100-130°C, dengan bantuan pelarut aseton yang aman untuk menjaga bentuk polistirena tanpa merusak struktur mikroskopisnya (Nastari et al., 2020).

Gambar 2. Proses Pemanfaatan Sterofoam menjadi Batako

(Analisis Penulis 2024)

Polistirena yang telah dilelehkan atau dicacah kemudian diproses menjadi Expanded Polystyrene (EPS) dengan menggunakan pentane sebagai agen pembuih. Agen pembuih ini, seperti pentane, memungkinkan terbentuknya pori-pori di dalam material, yang memberikan EPS sifat isolasi termal dan massa jenis rendah yang sesuai untuk aplikasi bangunan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Li et al. (2019), porositas tinggi pada EPS memberikan keunggulan dalam menyerap energi getaran, yang merupakan karakteristik penting dalam material tahan gempa. Pengembangan EPS ini membutuhkan suhu tinggi agar bahan bisa mengembang secara maksimal, lalu didinginkan untuk mempertahankan strukturnya. Proses ini menghasilkan EPS yang ringan, fleksibel, dan memiliki sifat insulasi termal yang kuat.

EPS yang sudah mengembang tadi kemudian di masukan kedalam batako yang telah di desain sedemikian rupa untuk meredam getaran dan kemudian di beri tulangan agar EPS dan batako merekat sempurna. Proses ini di mulai dengan dengan mencetak campuran beton ke dalam bentuk batako, yang dibuat dengan rongga di tengahnya. Setelah beton mulai mengeras, EPS dimasukkan ke dalam rongga tersebut. EPS ini disesuaikan ukurannya agar pas dan memberikan peredaman internal pada batako. Batako ini kemudian diperkuat dengan tulangan baja atau serat komposit pada bagian luarnya untuk memberikan kekuatan struktural yang tinggi (Gambar 3). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penambahan serat komposit atau baja pada batako bertulang dengan inti EPS meningkatkan daya tahannya terhadap beban tarik dan tekan, yang sangat berguna dalam aplikasi bangunan tahan gempa (Chang et al., 2021).

Gambar 3. Desain Batako Bertulang dengan Inti Styrofoam

(Analisis Penulis 2024)

Dari segi sosial dan ekonomi, penggunaan batako bertulang dengan inti styrofoam dapat memberikan manfaat yang penting. Dengan mengunakan limbah styrofoam sebagai bahan baku, harga produksi batako tersebut menjadi lebih murah dibandingkan batako konvensional. Hal tersebut dapat mengurangi biaya pembangunan rumah atau fasilitas umum, terutama di lokasi rawan gempa yang membutuhkan material bangunan khusus. Selain itu, produksi batako dengan inti styrofoam juga menawarkan kesempatan bagi warga setempat untuk turut serta dalam proses manufaktur, seperti dalam pengumpulan limbah styrofoam, proses pengolahan limbah tersebut, dan pembuatannya menjadi batako. Partisipasi masyarakat ini tidak hanya memberikan mereka penghasilan tambahan saja tetapi juga meningkatkan kesadaran lingkungan terhadap pentinya daur ulang. Secara umumnya pembaharuan ini tidak hanya memberikan dampak positif pada lingkungan saja tetapi juga membantu memperkuat perekonomian lokal yang lebih mandiri dan berkelanjutan serta menciptakan ekosistem pembangunan yang lebih ramah lingkungan dan kuat di daerah-daerah yang rawan bencana.

Sebagai negara rawan gempa, inovasi material konstruksi tahan gempa menjadi sangat relevan bagi Indonesia. Penggunaan batako bertulang dengan inti styrofoam atau Expanded Polystyrene (EPS) menawarkan solusi yang menjawab dua masalah utama: ketahanan bangunan terhadap guncangan gempa dan pemanfaatan limbah styrofoam yang sulit terurai secara alami. Inovasi ini mampu mengurangi berat bangunan, sehingga mengurangi gaya inersia selama gempa, dan EPS berperan sebagai peredam kejut internal yang fleksibel, memberikan ketahanan terhadap gaya horizontal yang sering kali menghancurkan struktur konvensional. Selain ketahanan fisik, EPS juga memiliki sifat insulasi termal yang baik, menjaga stabilitas suhu di dalam bangunan dan berkontribusi pada efisiensi energi. Dari segi lingkungan, inovasi ini mengubah limbah styrofoam menjadi material bernilai guna, mengurangi pencemaran dan kebutuhan akan material bangunan baru yang berdampak negatif terhadap ekosistem. Dari perspektif ekonomi dan sosial, inovasi batako bertulang dengan inti styrofoam tidak hanya menghemat biaya produksi tetapi juga membuka peluang bagi masyarakat untuk terlibat dalam rantai produksi, mulai dari pengumpulan limbah hingga pembuatan batako. Keterlibatan ini mengedukasi masyarakat tentang pentingnya daur ulang dan memberikan dampak ekonomi lokal yang positif. Pada akhirnya, penggunaan batako bertulang dengan inti styrofoam tidak hanya menawarkan solusi teknis yang efektif dalam konteks ketahanan bangunan tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan dan ekonomi secara holistik, membangun fondasi bagi pembangunan infrastruktur yang lebih ramah lingkungan dan tangguh di masa depan.

Daftar Pustaka

Chang, J., Liu, H., & Zhang, Y. (2021). Strength performance and seismic resilience of EPS core reinforced concrete blocks in sustainable construction. Journal of Building Engineering, 34, 102309. https://doi.org/10.1016/j.jobe.2021.102309

Li, X., Wang, S., & Zhou, L. (2019). Thermal and mechanical properties of expanded polystyrene (EPS) incorporated concrete for energy-efficient buildings. Construction and Building Materials, 213, 430–438. https://doi.org/10.1016/j.conbuildmat.2019.04.071

Nastari, A., Setiawan, A., & Fitria, R. (2020). Recycling of polystyrene foam as a construction material for eco-friendly buildings in tropical climates. Environmental Science and Pollution Research, 27(5), 5638-5649. https://doi.org/10.1007/s11356-019-07525-9

Putra, D. E., Santoso, A., & Widodo, M. (2021). Assessment of polystyrene waste management and its potential for green building materials in Indonesia. Waste Management & Research, 39(4), 625-637. https://doi.org/10.1177/0734242X20933340

Santosa, M., Prasetyo, L., & Hidayat, A. (2022). Mechanical behavior of reinforced concrete blocks with EPS core under seismic loads. Journal of Structural Engineering, 148(3), 04021234. https://doi.org/10.1061/(ASCE)ST.1943-541X.0003245

Wang, T., Chen, Q., & Yu, Z. (2023). Lightweight EPS concrete with improved thermal insulation and seismic performance for sustainable construction. Journal of Cleaner Production, 400, 136536. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2023.136536

Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) didirikan untuk memfasilitasi pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor bangunan melalui berbagai kegiatan pengembangan, pendidikan, dan pelatihan. Selain itu, CeDSGreeB secara aktif memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan yang mendorong dekarbonisasi di sektor bangunan, khususnya di daerah tropis.

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 3 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 2

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

Leave A Comment