A room with a couch and a coffee table

Description automatically generated

Ruang Bernafas: Menerapkan Ventilasi dan Pencahayaan Alami sebagai Strategi Bangunan Hijau

📖 ࣪ Banyaknya pembaca: 17

Ditulis oleh Muhammad Zaki

Sektor konstruksi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap konsumsi energi nasional. Dalam sebuah studi dari 2011, bangunan ditemukan menyumbang sekitar 40 persen dari konsumsi energi di Indonesia, di mana bangunan residensial menyumbang 21 persen sementara bangunan komersial termasuk gedung kantor menyerap 18 persen energi. Secara spesifik, pada bangunan komersial, sekitar 28 persen energi digunakan untuk pencahayaan (Green Building Council Indonesia, 2012). Untuk merespons tantangan ini, pedoman dari Green Building Council Indonesia GBCI menyatakan bahwa 30% dari luas bangunan hijau harus diterangi oleh cahaya alami. Optimalisasi pencahayaan alami menggunakan desain yang tepat diyakini dapat mengurangi ketergantungan pada pencahayaan buatan dan dengan demikian mengurangi konsumsi energi.

A room with a couch and a coffee table

Description automatically generated

Sumber: https://propertiindonesia.id/

Relevansi strategi pencahayaan alami lebih lanjut diperjelas oleh objektif kualitas dan kuantitas dalam bentuk distribusi dan tingkat iluminasi lux serta indikator intensitas energi W/m2 yang memenuhi persyaratan standar. Strategi ini terdiri dari penggunaan pencahayaan pasif, dan oleh karena itu, sistem pasif yang meningkatkan bayangan, pengalihan, dan desain fenestrasi seperti jendela dan skylight diadopsi untuk menciptakan bangunan dengan cahaya alami bahkan di tempat-tempat yang sempit seperti basement atau ruang parkir.

Selain penghematan energi, bangunan hijau juga membawa manfaat lain seperti peningkatan kualitas hidup dan produktivitas penghuninya, penggunaan material ramah lingkungan, dan pemeliharaan kualitas udara dalam ruangan. Ini sejalan dengan sistem penilaian bangunan hijau yang diatur oleh GBCI melalui sistem penilaian Greenship yang mencakup fitur-fitur seperti efisiensi energi, kualitas udara dalam ruangan, dan kenyamanan lingkungan dalam ruangan (GBCI, 2013). Ventilasi alami melalui ventilasi silang, misalnya, bertujuan untuk mengoptimalkan aliran udara dengan perbedaan tekanan agar dapat menjaga kualitas udara dalam ruangan dan mengurangi ketergantungan pada ventilasi mekanis.

Implementasi konsep desain bangunan hijau tidak hanya mendorong efisiensi energi tetapi juga membantu dalam keberlanjutan lingkungan menghadapi dampak negatif pembangunan terhadap iklim global. Misalnya, apartemen publik di Kota Madiun menerapkan pendekatan greenship untuk meningkatkan kualitas udara dalam ruangan dan kenyamanan termal, sehingga menciptakan bangunan yang lebih sehat dan lebih berkelanjutan. Kombinasi desain eksternal dan internal bangunan hijau yang menggabungkan ventilasi dan cahaya dalam konsep desain bangunan hijau memberikan solusi potensial untuk masalah energi dan lingkungan di Indonesia serta mempertahankan standar hidup penghuninya.

Bangunan hijau dapat mengurangi dampak lingkungan dan juga menyediakan akomodasi yang berkualitas bagi penghuninya. Di Indonesia, para profesional saat ini mulai dihadapkan pada isu pentingnya bangunan ramah lingkungan mengingat perumahan dan sektor komersial sangat besar mengkonsumsi energi. Pada tahun 2011, lepas dari sektor pertanian dan perikanan, bangunan di Indonesia tercatat sudah menyumbang 40% dari total konsumsi energi di Indonesia dengan kontribusi pencahayaan saja menyentuh 28% dari total konsumsi energi seluruh bangunan komersial. Angka-angka ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk menerapkan strategi efisiensi energi dalam desain cara bangunan dibuat (Green Building Council Indonesia, 2012). Salah satu solusi yang banyak diadopsi adalah strategi ventilasi alami dan pencahayaan alami, yang tidak hanya mengurangi ketergantungan pada energi tetapi juga meningkatkan kenyamanan lingkungan tempat tinggal warga..

Pentingnya Pencahayaan Alami dan Ventilasi Alami

Pencahayaan alami dan ventilasi alami diakui sebagai elemen kunci dalam desain bangunan hijau. Penelitian telah menunjukkan bahwa memiliki akses terhadap kualitas udara yang baik dan jumlah sinar matahari yang memadai membantu meningkatkan kesejahteraan mental dan fisik penghuninya. GBCI (Green Building Council Indonesia) telah menyatakan bahwa setidaknya 30% dari luas bangunan hijau harus diterangi oleh cahaya alami di siang hari. Pencahayaan alami mengurangi ketergantungan pada sumber cahaya listrik dan dengan demikian menghemat energi serta mengurangi biaya operasional bangunan. Strategi ini sangat berguna di Indonesia, yang memiliki iklim tropis dengan ketersediaan radiasi matahari yang tinggi sepanjang tahun.

Penggunaan ventilasi alami juga memiliki keuntungan besar terutama di lingkungan perkotaan yang seringkali padat dan terpolusi. Ventilasi alami, seperti ventilasi silang, membantu dalam menghisap udara yang tidak terkontaminasi dan mengeluarkan udara terkontaminasi dari ruang interior. Ini sangat penting untuk struktur seperti apartemen dan gedung perkantoran yang biasanya dihuni oleh orang-orang yang menciptakan polutan udara dalam ruangan. Misalnya, di Madiun, apartemen umum yang menerapkan konsep penghijauan juga mendorong penggunaan ventilasi alami sebagai salah satu cara untuk mencapai kualitas udara yang lebih baik. Jenis sistem ini tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan penghuni, tetapi juga membantu menjaga kenyamanan termal bangunan tanpa sistem ventilasi mekanis yang mengkonsumsi energi..

Sifat Strategi Pencahayaan dalam Praktek Bangunan Hijau

Pencahayaan alami dapat diintegrasikan melalui penggunaan jendela, atap kaca, atau perangkat lain yang memungkinkan sinar matahari diterima ke dalam ruang interior. Desain yang tepat dari jendela dan atap kaca dapat membantu mengoptimalkan distribusi cahaya tanpa terlalu banyak penyerapan panas. Dalam kasus ruang bawah tanah seperti area parkir yang dianggap sebagai ruang paling kekurangan cahaya, penggunaan jendela dan atap kaca sangat penting namun konfigurasinya juga sama pentingnya. Misalnya, di studi Kabupaten Tangerang menggunakan perangkat simulasi Sefaira untuk melakukan analisis pencahayaan alami di struktur bawah tanah. Hasilnya menunjukkan bahwa 46% dari area dapat diterangi melalui pencahayaan alami, yang dapat ditingkatkan dengan memperkenalkan atap kaca tubular untuk area yang sepenuhnya terbenam.

Namun, bukaan cahaya harus disediakan dengan memperhatikan rasio jendela terhadap dinding dan atap kaca terhadap atap untuk menghindari kondisi terlalu terang yang dapat menyebabkan panas berlebihan selama siang hari. Penggunaan perangkat peneduh seperti tirai atau kanopi juga direkomendasikan untuk mengontrol penetrasi pencahayaan alami. Dengan cara ini, pencahayaan alami dioptimalkan tanpa efek termal yang menyebabkan peningkatan beban pada sistem pendingin udara. Bahkan ruang yang dirancang dengan indah, cahaya alami tidak hanya menghemat energi tetapi juga memurnikan udara panas dengan suasana ruang melalui jenis desain yang tepat dan menghasilkan cahaya alami yang tidak terhalang..

Pemanfaatan Ventilasi Alami untuk Kualitas Udara Dalam Ruangan yang Lebih Baik.

Menurut GBCI, dalam bangunan hijau, kualitas udara dicapai dengan memasukkan beberapa udara dari luar untuk kesejahteraan penghuni bangunan. Bentuk ventilasi alami, seperti ventilasi silang, memungkinkan udara mengalir dari area bertekanan tinggi ke area yang bertekanan rendah, sehingga memperbolehkan udara segar masuk dan menggantikan udara yang sudah terkontaminasi. Di Indonesia, bangunan dapat memanfaatkan arah angin yang berlaku untuk meningkatkan ventilasi alami. Di apartemen umum Kota Madiun, orientasi bangunan telah disesuaikan dengan arah angin yang berlaku untuk meningkatkan ventilasi alami. Studi menunjukkan bahwa sistem ventilasi dari bangunan jenis ini di apartemen tidak hanya membantu meningkatkan kualitas udara apartemen tetapi juga mengurangi permintaan sistem pendingin mekanis..

Pentinya ventilasi alami tidak dapat diremehkan di negara seperti Indonesia di mana distribusi udara tidak pernah menjadi masalah. Namun, ventilasi alami harus dirancang sesuai dengan standar ASHRAE 62.1-2007, atau standar terbaru. Ini termasuk penempatan bukaan tetap pada jarak tertentu dari dinding atau atap untuk memfasilitasi kedatangan udara. Area bukaan yang ideal harus 4% dari luas lantai yang dihuni untuk memastikan penggantian udara yang memadai. Dengan cara ini, desain ruang dalam dapat mendorong udara yang lebih sehat dan mengurangi polusi ruang dalam..

Tantangan dan Beberapa Solusi untuk Implementasi di Indonesia.

Implementasi penggunaan pencahayaan alami dan ventilasi dalam bangunan hijau di Indonesia memiliki beberapa kendala yang berkisar dari kurangnya kesadaran masyarakat hingga beberapa keterbatasan dalam kebijakan regulasi. Selain itu, karena iklim tropis yang panas dan lembab, diperlukan desain yang tepat agar masuknya cahaya alami tidak menyebabkan suhu ruangan naik secara berlebihan. Sistem peneduh yang efektif seperti kanopi atau tirai diperlukan untuk mengontrol intensitas cahaya tanpa mengorbankan kenyamanan termal.

Dalam bangunan perkotaan seperti gedung apartemen bertingkat atau gedung kantor, penerapan ventilasi alami atau ventilasi silang memang lebih rumit karena sifat desainnya. Namun, dengan perencanaan yang tepat dan penggunaan teknologi simulasi seperti Sefaira, bangunan-bangunan ini tetap memungkinkan penerapan ventilasi dan pencahayaan alami tanpa mengorbankan efisiensi energi. Selain itu, mematuhi kriteria Greenship GBCI akan lebih membantu dalam memastikan bahwa desain tidak melanggar persyaratan yang bertujuan pada pembangunan berkelanjutan.

Kesimpulan

Penerapan ventilasi alami dan cahaya alami dalam bangunan hijau dalam konteks Indonesia sangat strategis untuk keberlangsungan lingkungan dan kesejahteraan penghuni. Dengan menerapkan desain dengan rasio jendela terhadap dinding yang tepat, rasio skylight terhadap atap, dan perangkat peneduh yang terkait, sinar matahari langsung juga dapat dimaksimalkan tanpa meningkatkan suhu keseluruhan ke tingkat yang tinggi. Pada saat yang sama, ventilasi alami seperti ventilasi silang memungkinkan udara segar masuk ke dalam ruangan tanpa menggunakan sistem mekanis yang mengonsumsi energi..

Studi kasus di daerah Madiun dan Tangerang menyoroti bahwa penerapan strategi ini memungkinkan penghematan energi yang signifikan serta meningkatkan kualitas udara di dalam ruangan. Dengan adanya regulasi yang ada serta kesadaran masyarakat, penerapan strategi ventilasi dan pencahayaan alami dalam bangunan hijau diharapkan akan lebih luas lagi di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, penerapan bangunan hijau akan berperan penting dalam komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon dan melindungi lingkungan untuk generasi mendatang..

DAFTAR PUSTAKA.

Heryuntia, A., Brigitta, B., Faiz, F., Putra, G. A., Iswati, T. Y., & Setyaningsih, W. (2020). Ventilasi Alami sebagai Strategi Arsitektur Hijau pada Bangunan Tinggi: Studi Kasus pada Desain Apartemen Umum di Kota Madiun. Senthong: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Arsitektur, 3(2), 483–494..

Pekerti, M. A., Puspitasari, P., & Lahji, K. (2019). Sistem Pencahayaan Alami: Konfigurasi Bukaan Dinding dan Atap pada Area Parkir Kantor Bawah Tanah. Dalam Prosiding Seminar Intelektual Muda 1. Inovasi Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni dalam Perencanaan dan Perancangan Lingkungan Terbangun (hlm. 61-66). Universitas Trisakti.

Centre for Development of Smart and Green Building (CeDSGreeB) didirikan untuk memfasilitasi pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor bangunan melalui berbagai kegiatan pengembangan, pendidikan, dan pelatihan. Selain itu, CeDSGreeB secara aktif memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan yang mendorong dekarbonisasi di sektor bangunan, khususnya di daerah tropis.

Seberapa bermanfaat artikel ini?

Klik pada bintang untuk memberi rating!

Rata-rata bintang 5 / 5. Jumlah orang yang telah memberi rating: 1

Belum ada voting sejauh ini! Jadilah yang pertama memberi rating pada artikel ini.

Leave A Comment